Rabu, 16 Desember 2009

Karakteristik Anak Berbakat dan Pelayanan Pendidikan Yang Memadai Bagi Mereka

A. KARAKTERISTIK ANAK DIDIK BERBAKAT

Menurut pakar psikologi pendidikan, Prof. Dr. S. C. Utami Munandar, anak berbakat berbeda dengan anak pandai. Menurut beliau, berbakat berarti mempunyai potensi, sedang pandai bisa dicapai dengan rajin belajar.

Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional, di mana anak tersebut karena kemampuannya yang menonjol, dapat memberikan prestasi yang tinggi ( U.S Office Education : 1971). Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah yang biasa, agar dapat mewujudkan sumbangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat. Keberbakatan banyak tergantung dari faktor pembawaan. Tetapi sejauh mana bakat-bakat pembawaan tersebut dapat diwujudkan tergantung dari kondisi dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Banyak anak yang potensial berbakat tidak dapat mewujudkan keunggulannya karena lingkungan mereka menghambat pertumbuhan intelektual secara optimal (Vernon : 1977).

Perkembangan motorik anak bisa menjadi alat pendeteksi untuk mengetahui apakah anak tersebut mempunyai bakat atau tidak. Anak yang berbakat mengalami perkembangan motorik yang lebih cepat, baik itu dalam hal berjalan, berbicara, maupun membaca. Dalam hal ini, stimulasi lingkungan punya andil yang besar dalam perkembangan anak. Karena walaupun anak punya bakat tapi lingkungan tidak mendukung, maka bakat tersebut tidak akan berkembang. Sangatlah penting bagi orang tua dan guru unutk mengetahui apa saja karakteristik anak berbakat. Berikut karakteristik anak berbakat, namun hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua anak berbakat selalu mempunyai ataupun menunjukkan semua karakterisik di bawah ini.

· Karakteristik intelektual atau belajar

Ø Mempunyai daya ingat jangka panjang (long term memory) yang baik.

Ø Mudah menerima pelajaran

Ø Pengamat yang cermat

Ø Cepat dalam memecahkan soal dan masalah

Ø Senang, sering membaca serta punya kemampuan membaca yang cepat

Ø Mampu membaca pada usia muda

Ø Mempunyai perbendaharaan kata yang luas dan mampu mengartikulasikan dengan baik

Ø Mempunyai daya abstraksi yang tinggi dalam konsep matematika atau sains

Ø Mempunyai konsentrasi yang baik sehingga perhatian tidak mudah teralihkan

Ø Mampu membuat masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami

Ø Selalu sibuk menangani berbagai hal

Ø Cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan

Ø Cepat menemukan asas dalam suatu uraian

· Karakteristik emosi atau persepsi

Ø Mempunyai perasaan yang peka

Ø Memiliki perasaan yang mendalam terhadap sesuatu

Ø Pada umumnya introvert atau tertutup

Ø Punya ketulusan hati yang lebih dalam jika dibandingkan dengan anak yang lain

Ø Peka terhadap hal atau pengalaman-pengalaman baru

Ø Gaya bercanda tidak lazim

Ø Memandang persoalan dari berbagai sudut pandang

· Karakteristik motivasi

Ø Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

Ø Tidak cepat puas dengan prestasi yang telah diraih

Ø Menyukai hal-hal yang penuh resiko dan tantangan

Ø Tidak mudah terpengaruh oleh orang lain

Ø Punya minat yang beragam terutama untuk masalah orang dewasa seperti korupsi, keadilan, pembangunan, dan sebagainya

Ø Mengejar tujuan-tujuan jangka panjang

Ø Ingin mendalami bidang pengetahuan yang diberikan

Ø Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya

Ø Tidak cepat putus asa dalam menghadapi kesulitan

Ø Senang dan rajin belajar, tapi cepat bosan dengan tugas-tugas rutin

· Karakteristik aktivitas

Ø Aktif beraktivitas tanpa terlihat lelah

Ø Tekun, gigih, pantang menyerah

Ø Selalu waspada

Ø Punya spontanitas yang tinggi

Ø Mampu berkonsentrasi pada satu persoalan dalam waktu yang sangat lama

Ø Cepat bosan dengan situasi rutin

Ø Mempunyai waktu tidur yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan anak normal

· Karakteristik relasi sosial

Ø Suka mempertanyakan hal yang telah mapan

Ø Sulit melakukan kompromi dengan pendapat umum

Ø Merasa lebih maju dari orang lain, merasa sendirian saat berpikir atau saat merasakan suatu bentuk emosi

Ø Merasa senang dan nyaman jika berteman atau berdiskusi dengan orang yang berusia jauh lebih tua

Ø Mudah empati dan iba serta suka menolong.

B. PELAYANAN PENDIDIKAN YANG TEPAT BAGI ANAK BERBAKAT

Anak berbakat mempunyai minat dan kemampuan yang sangat berbeda dari anak-anak sebayanya. Jika anak tersebut dimasukkan ke dalam sekolah tradisional, maka akan agak sulit. Selain anak akan frustasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, guru dan teman-teman sekelasnya juga akan terganggu dengan perilaku anak tersebut.

Program pendidikan bagi anak berbakat dapat diselenggarakan melalui berbagai cara yang umumnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu:

· Mempercepat waktu belajar (akselerasi), bisa dengan cara menyeluruh atau hanya untuk mata pelajaran tertentu.

· Meluaskan pengalaman dan pengetahuan dengan memperkenalkan bahan-bahan yang tidak diberikan dalam kurikulum biasa (pemerkayaan horizontal).

· Memberikan kesempatan untuk mendalami mata pelajaran yang diminati (pemerkayaan vertikal).

· Mengembangkan keterampilan penelitian dan pemecahan masalah secara kreatif agar menjadi produsen pengetahuan dan bukan konsumen pengetahuan semata-mata.

Karena itu, anak berbakat haruslah mendapat pelayanan pendidikan yang memadai agar bakatnya bisa berkembang. Pelayanan pendidikan yang mungkin diberikan antara lain:

1. Melaksanakan program akselerasi khusus anak berbakat.

Program ini dapat dilakukan dengan cara “lompat kelas” dan dapat dilakukan untuk:

· Seluruh mata pelajaran akselerasi kelas

Misal: anak kelas II SD bisa langsung ke kelas V jika memang kemampuan anak telah matang.

· Beberapa mata pelajaran

Misal: anak kelas II SD mempunyai bakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperbolehkan mengikuti pelajaran matematika kelas IV, tetapi untuk mata pelajaran yang lainnya tetap di kelas II.

2. Home schooling (pendidikan non formal di luar sekolah)

Jika sekolah keberatan menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka dapat menggunakan cara lain yaitu dengan memberikan pendidikan di rumah atau di luar sekolah yang lebih dikenal dengan nama home schooling. Tenaga ahli yang ditunjuk atau orang tua bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat yang dimiliki anak tersebut. Ketika si anak telah siap kembali ke sekolah, ia bisa dikembalikan ke sekolah dengan kelas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3. Menyelenggarakan kelas tradisional dengan pendekatan individu.

Untuk model pembelajaran seperti ini, jumlah murid per kelas harus terbatas agar perhatian guru cukup memadai. Anak-anak didorong untuk belajar sesuai dengan ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas yang lebih banyak dan mendalam. Sementara untuk anak yang agak lamban, materi dan tugas yang diberikan adalah yang sesuai dengan perkembangannya. Guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin dipilih oleh anak untuk dipelajari. Dengan memberikan perhatian secara individual kepada anak yang mempunyai perbedaan tingkat perkembangan dan ritme belajar, guru akan menjadi sangat sibuk.

4. Membangun kelas khusus untuk anak berbakat.

Anak-anak yang mempunyai bakat atau kemampuan yang hampir sama dikumpulkan, kemudian diberikan pendidikan khusus yang berbeda dengan kelas-kelas tradisional untuk anak-anak seusianya. Kelas ini haruslah merupakan kelas yang terbatas jumlah sisawanya sehingga lebih mengutamakan pendekatan individual. Selain itu, kelas ini harus mempunyai kurikulum khusus, sistem evaluasi dan pembelajaran yang memang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut.

Senin, 14 Desember 2009

Teori Belajar Behaviorisme

  1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Menurut teori ini, belajar merupakan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui stimulans (rangsangan) yang menimbulkan respon (perilaku) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans adalah lingkungan belajar anak, baik internal maupun eksternal. Sedangkan respon adalah dampak, akibat maupun reaksi terhadap stimulans. Teori ini menekankan individu pada aspek jasmaniah dan mengabaikan aspek mental. Dengan kata lain, teori ini tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam mempelajari sesuatu karena belajar hanya merupakan hasil dari pelatihan atau pembiasaan.

Faktor yang penting dalam teori ini adalah penguatan. Jika ada pemberian reinforcement, maka perilaku atu respon akan semakin kuat. Sebaliknya, jika adanya pemberian punishment maka perilaku atau respon akan menghilang.

  1. Teori Belajar Dari Pendekatan Behaviorisme

1. Connectionism (S-R Bond) atau Teori Koneksionisme

Tokoh dari teori ini adalah Edward Lee Thorndike (1874-1949). Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah hal-hal yang dapat merangsang terjadinya proses belajar seperti perasaan, pikiran atau hal-hal yang dapat ditangkap oleh indera. Sedangkan respon adalah reaksi dari peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan ataupun tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat pembelajaran dapat berwujud konkrit (dapat diamati) dan yang tidak konkrit (tidak dapat diamati). Walaupun teori behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, teori ini tidak mampu menjelaskan pengukuran terhadap tingkah laku yang tidak dapat diamati. Beberapa teori belajar yang dihasilkan Thorndike dari eksperimennya terhadap kucing antara lain:

· Law of Effects (hukum efek)

Artinya jika suatu respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan antara Stimulus-Respons akan semakin kuat. Dan sebaliknya, jika tidak memuaskan maka hubungan antara Stimulus-Respons akan semakin lemah.

· Law of Readiness (hukum kesiapan)

Artinya kepuasan organisme berasal dari pendayagunaa satuan pengantar (conduction unit). Unit-unit ini memberikan dorongan kepada organisme untuk berbuat sesuatu atau tidak.

· Law of Exercise (hukum latihan)

Artinya hubungan antara Stimulus-Respons akan semakin kuat jika sering dilatih. Sebaliknya, akan menjadi lemah jika jarang atau bahkan tidak pernah dilatih.

2. Classical Conditioning (Pengkondisian Klasik)

Tokoh dari teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936). Dari hasil eksperimennya terhadap anjing, dihasilkan beberapa teori belajar antara lain:

· Law of Respondent Conditioning

Yaitu hukum pembiasaan yang dituntut. Jika ada dua macam stimulus, dimana yang satu berfungsi sebagai reinforce maka stimulus dan respon yang lainnya akan meningkat.

· Law of Respondent Extinction

Yaitu hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang telah diperkuat melalui Respondent Conditioning itu dimunculkan kembali tanpa disertai dengan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning

Tokoh dari teori ini adalah Burrhhus Frederic Skinner (1904-1990). Menurut Skinner, hubungan antara stimulus- respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan dan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sederhana. Respon yang diterima seseorang tidaklah sederhana karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi sehingga mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan ini mempunyai konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku yang muncul. Skinner menggunakan binatang coba berupa tikus. Dari hasil eksperimennya, dihasilkan teori-teori belajar sebagai berikut:

· Law of Operant Conditioning

Yaitu apabila timbulnya perilaku disertai dengan stimulus penguat, maka perilaku tersebut akan menguat.

· Law of Operant Extinction

Yaitu menurun atau bahkan musnahnya suatu perilaku ketika perilaku tersebut muncul dan telah mengalami proses pembiasaan namun tidak disertai stimulus yang kuat.

Skinner membagi penguatan menjadi dua,yaitu:

§ Penguatan positif, yang berupa pemberian penghargaan atau hadiah.

§ Penguatan negatif, yang berupa pemberian tugas tambahan, menunjukkan sikap tidak senang.

Prinsip-prinsip Skinner antara lain:

Ø Hasil belajar harus diberikan kepada anak, sehingga anak akan tahu mana yang salah dan mana yang benar. Jika benar diberikan penguatan dan jika salah harus dibetulkan

Ø Proses belajar harus mengikuti irama dari anak

Ø Materi pelajaran menggunakan sistem modul

Ø Tidak digunakannya hukuman dalam proses pembelajaran

Ø Lebih mementingkan aktifitas dalam proses pembelajaran

Ø Pemberian hadiah terhadap tingkah laku yang diinginkan oleh pendidik

Ø Menggunakan shaping dalam pembelajaran

4. Social Cognitive Learning (1925-masih hidup)

Tokoh dari teori ini adalah Albert Bandura. Teori ini disebut juga dengan observational learning. Menurutnya, perilaku individu tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus melainkan akibat dari interaksi antara lingkungan dan skema kognitif individu tersebut. Peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling), terutama dalam belajar sosial dan moral merupakan prinsip belajar menurut teori ini. Selain itu, teori ini masih memandang pentingnya conditioning (pembiasaan) melalui pemberian hadiah dan hukuman, sehingga individu dapat berpikir dan memutuskan perilaku mana yang harus dilakukan.

Fakto-faktor yang berproses dalam teori belajar observasi adalah:

v Perhatian, berupa peniruan dan karakteristik pengamat

v Ingatan, berupa pengkodean simbol

v Reproduksi motorik, berupa kemampuan fisik, kemampuan meniru

v Motivasi, berupa dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri

  1. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme

1. Kelemahan Teori Belajar Behaviorisme:

ü Pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur

ü Guru menentukan apa yang harus dipelajari siswa. Hal ini sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena komunikasi hanya berlangsung satu arah

ü Murid dipandang pasif, perlu motivasi dan sangat dipengaruhi oleh penguatan dari guru

ü Murid hanya mendengarkan dan menghafalkan apa yang didengar dari guru, sehingga murid menjadi pasif

ü Penggunaan hukuman dianggap menjadi cara yang efektif untuk menertibkan siswa

2. Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme:

ü Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, jika ada kesalahan harus segera diperbaiki

ü Penyusunan bahan pelajaran secara hierarki (dari yang sederhana sampai yang kompleks)

ü Penggunaan latihan dan pengulangan agar perilaku yang diharapkan dapat menjadi kebiasaan

ü Sesuai untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek dan daya tahan

ü Pembagian tujuan belajar dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian keterampilan tertentu

ü Guru hanya memberi instruksi singkat yang diikuti contoh, baik itu dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi sehingga guru tidak perlu banyak ceramah

  1. Aplikasi Teori Behaviorisme Terhadap Pembelajaran Siswa

Dalam penerapan teori belajar ini, hal-hal yang harus diperhatikan adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya, yaitu:

§ Pentingnya pengaruh lingkungan

§ Pentingnya bagian-bagian (elementalistik)

§ Pentingnya peranan reaksi

§ Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon

§ Pentingnya peranan kemampuan yang telah terbentuk sebelumnya

§ Pentingnya latihan dan pengulangan untuk membentuk kebiasaan

§ Jika perilaku yang diinginkan telah muncul, maka hasil belajar telah tercapai




hit counter code